#navbar-iframe { display: none !important; } mendidik umat menuju mardlotillah

Rabu, 19 Agustus 2009

Romadlon Sepanjang Masa

Para pengunjung sekalian, mohon maaf baru bisa muncul. semoga ke depan kami lebih istiqomah memosting materi-materi tarbiyah yang merujuk ke manhaj salaf. kali ini kami sampaikan nasehat agar romadlon berlaku setiap saat.
Alloh Subhanahu Wa Ta'ala memberikan kepada kita karunia-Nya berupa bulan romadlon, dengan berbagai amal ibadah yang dijanjikan dengan pahala yang besar dan saatnya manusia bertobat dan mendapat pengampunan-Nya. tentunya bukan tanpa maksud dan hikmah, ini menjadi sarana latihan seorang hamba agar terbiasa beraktivitas dalam kethoatan kepada Alloh.
Sholat wajib, mungkin ada sebagian muslim yang sholatnya tidak sempurna, maka bulan ini saatnya memperbaiki dan menyempurnakannya, sebab puasa tanpa sholat tak bergunalah
sholat tarowih, bagi sebagian kaum muslim yang kurang terbiasa sholat tahajud di malam hari, maka bulan ini menjadi sarana latihan sehingga bulan setelahnya mereka bisa rutin sholat malam, karena sholat malam adalah kebiasaan orang sholih terdahulu
puasa sebulan penuh, ini jelas sarana latihan yang berat dalam segala hal, latihan mengendalikan nafsu, latihan menahan lapar, menanamkan jiwa sosial, dan bahkan menjadikan tubuh cukup istirahat dari aktivitas pencernaan.

Jadi bulan romadlon menjadi sarana latihan kethoatan kepada Alloh dalam segala hal. dalam hal ini kaum muslimin terbagai menjadi beberapa kelompok :

  1. Semangat di awal romadlon dan melemah di romadlon tengah dan akhir. ini adalah kelompok orang yang gagal dalam latihan awal, tentunya akan kalah saat bertanding di bulan setelahnya.

  2. Kelompok yang tuntas sebulan penuh puasa, tapi aktivitas ibadah yang lain gagal. jika ibadah yang wajib lainnya juga terlaksana, maka orang ini kurang bisa memanfaatkan kesempatan emas.

  3. Kelompok yang memanfaat kesempatan emas ini dengan segudang aktivitas ibadah baik yang wajib ataupun yang sunnah. inilah orang yang berhasil dalam latihan dan InsyaAlloh akan berhasil pula bertanding di bulan setelahnya, sehingga romadlon sepanjang masa. Romadlon tahun berikut menjadi charger ( pengisi batere) karena habis energinya sehingga bulan berikutnya semakin bersemangat. Allohu a'lam


Selengkapnya...

Senin, 15 Juni 2009

mencetak generasi unggul


Mencetak Generasi Unggul

Memperhatikan keadaan generasi muda hari ini, menjadikan hati miris dibuatnya. Generasi harapan yang nantinya diharapkan mampu melanjutkan estafet perjuangan dan kepemimpinan, ternyata diwarnai kemerosotan moral. Depsos RI pada tahun 2007 pernah mengadakan penelitian tentang gadis yang hamil diluar nikah, ternyata jumlahnya tidak sedikit dan 59 % darinya terdiri dari para mahasiswi. (Sabili, 14 edisi Januari 2008). Demikian pula iklan di Jawa Pos edisi 23 April 2009 menyebutkan bahwa para penikmat narkoba 70 persennya ternyata dari kalangan pelajar, pembuat CD porno 90 persennya juga dari kalangan pelajar dari tingkat SLTP sampai perguruan tinggi. Belum kasus-kasus tawuran, geng-geng pelajar, dan berbagai kerusakan lainnya. Memang kita tidak menutup mata pada remaja-remaja yang memiliki prestasi bagus dalam bidang eksakta dan lainnya. Tetapi jumlahnya masih minim dibanding jumlah remaja yang hidup tanpa arah dan tujuan yang jelas.

Menyimak Generasi Pertama Islam.

Berbeda sekali dengan kondisi generasi pertama Islam. Para pemuda masa itu setelah bergabung dalam kafilah kaum muslimin, kemudian mampu berprestasi luar biasa. Abdulloh bin Mas'ud yang dulunya hanyalah seorang buruh penggembala, kemudian menempa diri menjadi salah satu ulama sahabat. Demikian pula Zaid bin Tsabit, dalam kemudaan usianya telah berhasil menjadi penulis wahyu dan bahkan pada masa berikutnya, beliaulah ketua tim yang membukukan Al Qur'an. Beliau juga berprestasi, dalam beberapa hari beliau telah mampu menguasai bahasa Ibrani, atas permintaan Rasululloh. Sedangkan Usamah bin Zaid dalam usia delapan belas tahun mampu tampil sebagai panglima perang, menghadapi pasukan Romawi sebagai Negara Adi Daya waktu itu.

Mus'ab bin Umair yang sebelumnya anak mama, pun berhasil menggapai prestasi gemilang sebagai da'i Rasululloh yang berhasil mendakwahkan Islam kepada penduduk Madinah, sehingga mereka masuk Islam. Adapun Ali bin Abi Tholib yang sejak usia delapan tahun memeluk Islam, terkumpul padanya beberapa kelebihan, Handal sebagai petarung, arif sebagai ilmuwan, dan cakap sebagai panglima perang.

Kaum wanita pun tidak kalah dalam berkiprah. Ada ‘Aisyah yang berhasil masuk ke dalam jajaran delapan ulama fikih Madinah, padahal saat Nabi wafat usianya baru delapan belas tahun. Ada Rufaidah yang menjadi tabib andalan pada jaman Rasululloh. Ada Ummu Syuraik yang tegar mendakwahkan Islam “dor to dor” kepada kaumnya, dan berbagai kiprah wanita muda muslimah lainnya. Intinya dalam naungan Islam generasi muda zaman dahulu menjadi soko guru kemajuan dan kebaikan. Bahkan hari-hari berikutnya, dunia berhasil merasakan keadilan dan kasih sayang Islam melalui tangan para pemuda yang tak pernah lelah mengadakan ekspansi menyelamatkan manusia dari penyembahan pada sesama makhluk kepada peribadatan kepada Alloh semata.

Rahasia Keunggulan Generasi Awal.

Mengapa generasi pertama demikian hebat mampu mengemban amanah menegakkan Din di muka bumi ini? Mengapa mereka bisa menjadi generasi yang disifati para musuhnya, bahwa para sahabat itu bagaikan pendeta di malam hari dan menjadi penunggang kuda yang tangkas di siang hari? Apa rahasia pembinaan Rosululloh sehingga muncul generasi unggul semacam itu?

Paling tidak ada dua rahasia inti keunggulan metode tarbiyah Rasululloh n kepada para pemuda di zaman beliau.

Pertama. Pembinaan diri dengan konsep wahyu.

Dalam mencetak generasi Islam, Rosululloh tidak memakai formula timur dan barat, atau formula Yahudi ataupun Nashroni. Beliau mencukupkan diri dengan menggembleng para sahabat dengan konsep wahyu. Beliau tanamkan keyakinan bahwa tidak ada ilah selain Alloh, bahwa hidup ini semuanya hanya untuk Alloh. Kemudian mereka ditanamkan untuk tunduk taat kepada apa yang diperintahkan Alloh. Hasilnya generasi sahabat menjadi generasi Qur'an yang unik. Apa perintah Al Qur'an itulah yang mereka lakukan dan laksanakan. Apa taujih Rasul, itulah yang mereka lakukan.

Bukti pernyataan tersebut terlalu banyak untuk dituliskan di sini. Sebagian buktinya adalah ketika Alloh menurunkan surat Al Muzzammil, maka para sahabat dengan penuh semangat melakukan qiyamul lail sampai kaki mereka bengkak-bengkak. Baru setahun kemudian Alloh memberi keringanan kepada mereka bahwa qiyamul lail hukumnya sunnah. (Diriwayatkan Muslim dalam shohihnya).

Demikian pula saat datang larangan minum khomer. Khomer pada zaman sahabat begitu lekat dengan kehidupan mereka. Sehingga ketika turun ayat tentang larangan sholat saat mabuk (An Nisa':43), sebagian sahabat mensiasati minumnya jauh sebelum waktu sholat sehingga setelah tiba waktu sholat mereka sudah tidak dalam kondisi mabuk. Tetapi setelah turun larangan meminum khomr (Al Maidah:90), langsung mereka menumpahkan gentong-gentong khomer mereka, dan selokan Madinahpun terisi aliran khomer penduduk Madinah.

Demikianlah, mereka telah menjadi generasi unggul dalam berbagai dimensi. Unggul spiritual, unggul emosional dan unggul dalam keahlian. Keadaan mereka benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat dari saat belum tertempa wahyu. Dulunya mereka hanya hobi berkelahi, berzina dan berbuat dholim, kemudian mereka berubah menjadi penegak kebenaran dan keadilan serta memanfaatkan potensi mereka untuk kemaslahatan ummat.

Kedua. Kedekatan murobbi dan mutarobbi.

Rasululloh n sebagai pendidik (murobbi) bagi ummat telah memberikan tarbiyah secara langsung dan berkesan terhadap para sahabatnya. Keikhlasan beliau, kekuatan ruhiyah beliau, kebaikan akhlak beliau, menjadi magnet tersendiri yang membuat para sahabat begitu mencintai dan taat serta mencontoh beliau.

Beliau tidak hanya sekedar datang ke masjid untuk memberikan ceramah lalu selesai. Tetapi beliau hidup bersama sahabat, susah dan senang ditanggung bersama. Lihatlah! misalnya saat terjadi perang Ahzab. Para sahabat pun menggali parit agar musuh yang jumlahnya tidak berimbang tidak bisa masuk ke Madinah. Rasululloh sebagai murobbi mereka menyemangati sekaligus bekerja bersama mereka. Bahkan ketika ada batu besar yang tidak mampu dipecahkan para sahabat, beliaulah yang memecahkannya. Ketika ada sahabat yang mengganjal perutnya dengan dua batu karena kelaparan, ternyata Rasululloh n telah mengganjal perut beliau dengan tiga batu, yang menunjukkan beliau lebih merasa lapar lagi.

Demikianlah, guru besar manusia tersebut, telah menjalankan tugasnya sebagai pembimbing ummat dengan sempurna. hasilnya dapat dilihat. Para sahabat menjadi pribadi-pribadi yang mengagumkan. Ada yang ahli ibadah seperti Ibnu Umar yang tidak pernah meninggalkan qiyamul lail. Ada Ibnu Mas'ud yang jagoan tafsir dan berbagai kebaikan yang merata pada pribadi sahabat tertempa murobbi yang begitu dekat dan memberi keteladanan langsung bagi para sahabatnya. Berikutnya para sahabat bagaikan bintang yang bertaburan memberikan sinarnya bagi ummat manusia.

Mungkinkah mencetak kembali generasi unggul?

Pertanyaan yang mengusik hati kita, mungkinkah generasi unggul secara spiritual, mental, dan spesialisasi kemampuan bisa kembali terulang?

Meskipun tidak persis seperti kualitas generasi sahabat, tetapi peluang untuk mencetak generasi unggul tetap terbuka di hadapan selama kita menggunakan formula yang digunakan Rasululloh untuk mendidik para sahabat. Pendidikan berbasis wahyu dan kedekatan serta keteladanan pendidik dalam mengaplikasikan ilmu.

Dan bila kita cermati, system tersebut sebenarnya masih ada dan terus dicobakan serta ditingkatkan di pondok-pondok pesantren Islam. Sistem pesantren adalah system yang mengacu kepada wahyu dan adanya unsur keteladanan para pengasuh pesantren. Untuk itu, bagi orang tua yang menghendaki putra-putrinya unggul di bidang spiritual dan mental, cobalah menengok pesantren sebagai alternative utama pendidikan putra putrinya.

Tentunya bukan sembarang pesantren, tetapi pesantren yang memang komitmen dengan nilai-nilai keislaman yang nampak pada kuatnya aqidah, beribadah dengan benar dan berakhlak mulia.

Selengkapnya...

Senin, 08 Juni 2009

kisah islami

KISAH DUA NELAYAN
dikisahkan ada dua nelayan. satu nelayan berbadan kecil dan kurus, sedangkan satu nelayan lagi berbadan besar dan tinggi. suatu hari 2 nelayan itu berangkat ke laut untuk memancing ikan. namun hingga sore mereka berdua belum mendaptkan hasil tangkapannya. ketika keduanya hampir...

putus asa, maka tiba si nelayan yang kurus dan kecil mendapatkan ikan yang cukup besar. sedangkan nelayan yang berbadan besar tak kunjung dapat ikan. maka nelayan yang bertubuh kecil segera mengemasi barang-barang untuk pulang, dia berfikir :" dengan membawa ikan besar ini keluargaku pasti senang". karena nelayan yang bertubuh besar tidak mendapatkan ikan,sementara hari semakin gelap, dan dia melihat bahwa nelayan yang bertubuh kecil sudah siap-siap pulang, maka muncul niat jahatnya untuk merampas ikan milik si nelayan yang bertubuh kecil.
maka haap, dirampaslah ikan dari nelayan yang bertubuh kecil tanpa belas kasihan dan langsung dibawa pulang. tangisan dan rengekan si nelayan kecil tak dihiraukan oleh si nelayan yang bertubuh besar. si nelayan yang bertubuh kecil takl bisa berbuat banyak, dia pasrah dan ia serahkan sepenuhnya kepada Alloh. maka si nelayan kecil pun berbisik :"Ya Alloh, aku memang Engkau ciptakan dengan tubuh kecil, dan aku syukuri nikmat-Mu, tapi mengapa temanku yang bertubuh besar mendlolimi aku, maka aku mengadukan kedloliman temanku, aku harap Engkau Maha Tahu apa yang mestikan Engkau lakukan untuk si nelayan Yang bertubuh besar". maka segera ia pulang dengan tubuh lunglai, lemas, tak bersemangat.
sementara itu si nelayan yang bertubuh besar itu, pulang dengan penuh kegembiraan karena membawa ikan besar,keluarganya pun ikut senang. maka digorenglah ikan itu hingga matang. ketika tiba saat makan bersama keluarga, dan ketika ia mengambil ikan yang telah matang,tiba-tiba ia tertusuk duri. makanya pun tak terasa enak. ternyata luka terkena duri tadi semakin parah dan membusuk, hingga ketika dibawa ke dokter, maka dokter menganjurkan agar tanganya di amputasi. betapa kagetnya ia, maka ia mengingat kejadian di laut bersama nelayan yang bertubuh kecil, ia ingat telah merampas ikan milik orang lain yang buka haknya, ketika ia sedang ngelamun dan mengingat kejadianya, tiba-tiba ia dikagetkan oleh keluarganya :"lukamu tak akan sembuh jika kamu tidak mengembalikan ikan itu kepada nelayan yang bertubuh kecil itu dan kamu minta maaf padanya"
maka ia sadar dan bergegas menuju rumah si nelayan yang bertubuh kecil, untuk mengembalikan ikan yang telah ia rampas dan minta maaf. dan karena si nelayan yang bertubuh kecil ini hatinya mulia, ia memaafkanya. akhirnya sembuhlah luka si nelayang yang bertubuh besar itu seketika.
Demikian akibat orang yang berbuat dlolim kepada saudaranya. merampas dan mencuri adalah perbuatan yang sama-sama jelek. merampas diketahui orangnya sedangkan mencuri tidak diketahui orangnya. memang orang yang bertubuh kecil kecil tak bisa berbuat apa-apa ketika di dlolimi oleh orang yang lebih besar dan lebih kuat darinya, tapi kita harus ingat bahwa Alloh Maha Tahu atas perbuatanya, dan Dialah yang akan membalas sesuai kehendak-NYa. cukuplah ini sebagai pelajaran bagi kita, sehingga kita tidak semena-mena kepada orang yang lebih kecil atau lebih lemah dari kita. Wallohu 'Alam

Selengkapnya...

Jumat, 05 Juni 2009

Dua Muslimah diperkosa, puluhan orang terluka

Lebih dari 40 orang terluka dalam bentrokan selama dua hari antara polisi India dengan warga Kashmir. Peristiwa ini dipicu atas meninggalnya dua muslimah setelah sebelumnya diperkosa dan disiksa.
Peristiwa ini terjadi di Distrik Chobiya, 50 km selatan Srinagor.

Polisi mengatakan, pihaknya telah mengidentifikasi kedua mayat. Satu berusia 17 tahun, yang lain berusia 22 tahun.
Pihak keluarga korban mengatakan, polisi India telah menculik keduanya lalu memperkosa, menyiksa, dan membunuhnya. Pihak keluarga juga menemukan bekas-bekas kekerasan di tubuh korban dan pakaian korban terkoyak-koyak.
Belakangan ini, Kashmir yang mayoritas penduduknya muslim sering mendapatkan serangan dari keamanan India. Tercatat, 47 muslim telah meninggal dalam sepuluh tahun belakangan ini, akibat serangan tersebut.(sumber Alislamu.com)
demikianlah yang diperbuat oleh musuh-musuh ISlam. Jika muslim minoritas, maka mereka seenaknya memperkosa, menyiksa, membunuh, dan membumi hanguskan kaum muslimin. Benarlah firman Alloh :"Dan ingatlah, ketika orang-orang kafir memikirkan tipu daya terhadapmu, untuk menangkapmu atau memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Alloh menggagalkan tipu daya mereka. Alloh sebaik-baik pembalas tipu daya" (QS. Al Anfaal :30 )
Maka sudah semestinya kaum muslimin di manapun berada untuk mempersiapkan diri dan membekali diri dengan kekuatan apa yang dimiliki. dan hukum i'dad ini adalah wajib, sebagaimana firman Alloh dalam surat Al Anfaal ayat 60. sekian
Selengkapnya...

Sabtu, 23 Mei 2009

MANHAJ TALAQQI

Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Dalam Menerima Dan Mengambil Dalil

Termasuk dari prinsip ‘Aqidah Salafush Shalih, Ahlus Sunnah wal Jama'ah : Dalam manhaj talaqqi (menerima) dan istidlal (mengambil dalil) yaitu ittiba' (mengikuti) apa yang datang dari Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya saw yang shahih baik secara zhahir maupun bathin, serta taslim (berserah diri) kepada Sunnah Nabi saw. Allah Ta'ala berfirman, "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka piluhan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhla dia telah sesat, sesat yang nyata." (Al-Ahzaab : 36)

Nabi bersabda, "Saya tinggalkan dua perkara, kamu tidak akan tersesat selama kamu berpegang teguh pada keduannya, yaitu " Khitabullah dan Sunnah Rasul-Nya." (Shahih, hadits diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitab al-Mutstadrak dan dishahihkan oleh Imam al-Albani dalam kitab al-Misykat) (Dari Malik bin Anas secara mursal, tercantum dalam al-Muwaththa' no. 1619, mempunyai hadits penguat yang dikeluarkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (I/93) dari Sahabat Abu Hurairah dan Ibnu Abas. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Misykaatul Mashaabiih jili I, bab al I'tishaam bil Kitaabi was Sunnah ni.186 (47) dan dicantumkan juga pembahasan tentang penguat hadits tersebut dalam Silsilatul Ahaadiitsish Shahiihah, Jilid IV hal. 355-361.)
Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mengatakan "Khitabullah kemudian Sunnah Rasul-Nya saw akan tetapi mereka mengatakan : Khitabullah dan Sunnah Rasul-Nya secara bersamaan," karena as-Sunnah bergandengan dengan Kitabullah. Alasan lainnya juga dikarenakan Allah telah mewajibkan semua hamba-Nya untuk taat kepada Rasul-Nya, sedang Sunnahnya saw menjelaskan makna yang dikehendaki Allah Ta'ala dalam Kitabullah.
Kemudian Ahlus Sunnah wal Jama'ah setelah itu mengikuti apa yang ditempuh oleh para sahabat baik dari kalangan orang-orang Muhajirin dan Anshar secara umum, dan Khulafa-Ur Rasyidiin
Secara khusus. Nabi saw mewasiatkan kepada ummatnya agar mengikuti para Khulafaur Rasyidiin secara khusus kemudian mengikuti generasi berikutnya yaitu tiga generasi pertama yang dimuliakan, Rasulullah saw bersabda, "Hendaklah kalian berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa-ur Rasyidiin yang telah mendapatkan petunjuk. Berpegang teguhlah padanya dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Dan hati-hatilah kalian dengan perkara-perkara yang baru (dalam agam), karena sesungguhnya segala sesuatu yang baru (dalam agama) adalam bid'ah dan segala yang bid'ah adalah sesat" (Shahih Sunan Abi Dawud oleh Imam al-Albani) (HR. Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud no.4607, ar-Tarmidzi no.2676, dan al-Hakim (I/95), dishahihkan dan disepakati oleh Imam adz-Dhahibi. Lihat keteranggan hadits selengkapnya di dalam Iirwaa-ul Ghaliil no.2455 oleh Syaikh Al-Albani.)
Oleh karena itu, rujukan Ahlus Sunnah ketika terjadi perselisihan adalah Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Allah Ta'ala berfirman, "Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur-an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudiam. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An-Nisaa':59).
Para Sahabat Rasulullah saw merupakan rujukan Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah. Menurut mereka, tidak ada suatu apapum dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih dipertentangkan dengan qiyas (analogi), perasaan, kasyaf (penyingkapan tabir rahasia sesuatu yang ghaib), pendapat syaikh (guru) maupun imam; karena agama Islam telah sempurna semasa hidup Rasulullah saw. Allah Ta'ala berfirman, " ... Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agamamu ..." (Al-Maidah :3)
Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mendahulukan ucapakan seseorang atas Kalamullah dan sabda Rasul-Nya saw. Allah Ta'ala berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui." ( Al Hujuraat :1)
Ahlus Sunnah mengetahui mengetahui bahwa mendahului Allah dan Rasul-Nya termasuk mengatakan atas nama Allah tanpa didaari ilmu; dan ini termasuk perbuatan yang dihiasi oleh tipu daya syaitan.
Ahlus Sunnah berpendapat bahwa akal yang sehat sesuai dengan naql (dalil) yang shahih. Ketika mendapatkan permasalahan, mereka mendahulukan naql karena naql tidak membawa sesuatu yang mustahil bagi akal untuk menerima. Akan tetapi membawa sesuatu yang tidak diketahui kebenaran oleh akal. Dan akal harus membenarkan naql dari segala yang dikabarkannya dan bukan sebaliknya.
Ahlus Sunnah tidak menyepelekan kedudukan akal, karena ia tempat bergantungnya taklif (kewajiban) dalam pandangan mereka. Walaupun demikian mereka mengatakan bahwa akal tidak boleh mendahului syari'at. Kalau tidak demikian, maka pasti manusia tidak butuh kepada para Rasul sehingga akal akan mendominasi dalam ruang lingkupnya. Oleh karena itu, mereka dinamakan Ahlus Sunnah sebab mereka berpegang teguh, mengikuti dan taslim (berserah diri) secara penuh kepada petunjuk Nabi saw.
Allah Ta'ala berfirman, "Maka jika mereka tidka menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawab nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (Al-Qashash : 50).
Ahlus Sunnah wal Jama'ah menjadikan al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai rujukan utamanya, kemudian merujuk kepada ijma' ulama dan bertumpu padanya. Nabi saw. Bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak mengumpukan ummatku di atas kesesatan. Dan tangan Allah diatas jamaa'ah. Barangsiapa yang menyimpang, maka ia akan menyendiri dalam Neraka." (Shahih Sunnan at-Tirmidzi oleh Imam Al-Albani). (HR. At Tirmidzi no.3167 dari Sahabat Ibnu Umar ra, diriwayatka pula oleh al-Hakim (I/115) dari Sahabat Ibnu Umar. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiihul Jaami'ish Shaghii no.1848 tanpa lafazh "Wa man syadzdza syadzdza fin naari" dan dicantumkan juga oleh Syaikh al-Albani dengan penjelasan lebih detil dalam Kitaabus Sunnah libni Abi ‘Ashim wama'ahu Zhilaalil Jannah fi Takhiijish Shaghiir no.80 hal.56-57, cet. Al-Maktab al-Islami, th.1419 H.)
Maka ummat ini tidak meyakini adanya orang yang ma'sum (terjaga dari dosa dan kesalahan) selain Rasulullah saw, dan berpendapat bahwa seorang boleh berijtihad dalam permasalahan yang tersembunyi (samar) sebatas darurat. Walaupun demikian, mereka tidak fanatik dengan pendapat seseorang sehingga pendapat tersebut sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah mereka berkeyakinan bahwa setiap mujtahid bisa benar dan salah. Jika benar maka baginya dua pahala yaitu pahala ijtihad dan pahala kebenaran ijtihadnya. Dan jika salah maka baginya satu pahala, yaitu pahala ijtihad saja. Maka perbedaan pendapat dikalangan mereka dalam masalah ijtihad, tidak mengharuskan terjadi permusuhan maupun saling menjauhi, akan tetapi satu sama lain saling mencintai, saling berwala' dan sebagian shalat di belakang sebagian lainnya, walaupun ada perbedaan di antara mereka pada sebagaian masalah far'iyah (masalah yang sifatnya cabang, bukan masalah yang sifatnya pokok).
Mereka tidak mewajibkan seseorang dari kaum Muslimin untuk mengikuti dan terpaku (taklid) pada madzhab fiqih tertentu, namun tidak mengapa jika atas dasar ittiba' (mengikuti sesuai dalil syar'i) bukan taqlid, (Talid, yaitu konsistensi seseorang dalam hukum syar'i (untuk mengikuti) suatu madzhab tertentu dimana ucapannya bukan merupakan sumber hukum) atau menerima ucapan seseorang tanpa mengerti dalilnya atau merujuk kepada suatu ucapan yang yang tidak berdasarkan dalil.
Sedangkan muqallid adalah seseorang yang mengikuti orang tertentu dalam segala ucapan dan perbuatannya, dan berpendapat bahwa kebenaran hanya ada pada orang yang diikutinya dan tidak mungkin ada pada orang lain tanpa mengetahui dalilnya serta tidak keluar dari pendapat mereka walaupun yang benar ternyata sebaliknya. Tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama bahwa taqlid itu bukan merupakan bagian dari ilmu dan seorang muqallid tidak dapat dinamakan orang yang alim (berilmu).
Sungguh Allah Ta'ala telah mencela taqlid dan melarang tentang hal itu dalam beberapa ayat. Allah Ta'ala berfirman, "Apabila dikatakan kepada mereka, Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul. Mereka menjawab, ‘Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.' Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?" (Al-Maaidah:104).
Ulama Salaf dan para Imam mujtahidin semuanya melarang taqlid, karena taqlid adalah salah satu sebab kelemahan (ummat) dan perselisihan diantara kaum Muslimin. Kebaikan itu terletak pada adanya persatuan (ummat), ittiba' (mengikuti petunjuk Rasulullah saw). Dan jika terjadi perselisihan maka senantiasa merujuk kepada Allah (Kitab-Nya) dan Rasul-Nya saw (As-Sunnah). Oleh karena itu, kita belum pernah mengetahui bahwa para sahabat ra taqlid kepada salah satu di antara mereka dalam segala masalah. Demikian pula para Imam yang empat rahimahumullah tidak fanatik dengan pendapat mereka sendiri. Mereka meninggalkan pendapatnya karena adanya hadits Rasulullah saw, bahkan mereka melarang taqlid kepadanya tanpa mengetahui dalilnya. Imam Abu Hanifah rhm berkata, "Jika hadits itu shahih maka itulah madzhabku"
Beliau berkata, "Tidak boleh seseorang mengambil pendapat kami selama dia tidak tahu dari mana asal (sumber hukum) yang kami ambil."
Imam Malik rhm berkata, "Berpindah dari madzab yang satu ke madzhab yang lain karena mengikuti dalil yang kuat. Bagi penuntut ilmu, kalau dia mempunyai keahlian dan mampu mengetahui dalil-dallil yang digunakan oleh para imam, maka wajib baginya untuk mengamalkannya dan berpindah dari satu madzab ke satu madzhab imamnya dalam suatu masalah kepada madzhab imam yang lain; dimana dia memilih penggunaan dalil yang lebih tepat dan lebih kuat pemahamannya dalam masalah lain. Dan tidak boleh baginya mengambil pendapat seseorang tanpa mengetahui dalilnya karena bila demikian dia akan menjadi muqallid (orang yang taqlid). Hendaknya ia mencurahkan apa yang ia miliki untuk menliti dan akhirnya dapat mengambil pendapat yang lebih kuat dari perbedaan pendapat yang terjadi.
"Sesungguhnya saya adalah seorang manusia yan kadang-kadang benar dan salah. Maka perhatikanlah pada pendapatku; apa yan sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah maka ambillah, dan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah maka tinggalkanlah."

Imam Asy-Syafi'i berkata, "Jika ada kabar yang benar dari Rasulullah saw, menurut ulama yang berlainan dengan pendapatku dalam segala masalah, maka saya merujuk (kepada kebenaran) dari masalah tersebut baik saat hidupku maupun setelah wafatku".
Dan Imam Ahmad rhm berkata, "Janganlah kalian bertaqlid kepadaku dan jangan pula bertaqlid kepada Malik, asy-Syafi'i al-Auza'i dan juga bukan Sufyan ats-Tsauri; akan tetapi ambillah dari mana mereka mengambilnya (yaitu as-Sunnah)."
Ungkapan mereka dalam masalah ini banyak, karena mereka memahami arti firman Allah, "Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)." (Al-A'raaf:3).
Jika tidak mungkin mentarjih (memilih pendapat yang lebih kuat), maka posisinya menjadi seperti orang awam dan ia harus bertanya kepada ulama.
Orang awam yang tidak dapat meneliti dalil maka tidak ada madzhab baginya, tetapi madzhabnya adalah madzhab muftinya (orang yang berhak memberinya fatwa). Oleh karena itu, hendaknya ia bertanya kepada ulama tentang al-Qur'an dan as-Sunnah.
Allah Ta'ala berfirman, ".... Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui." (An-Nahl:43)
Ahlus Sunnah wal Jama'ah berpendapat fiqih dalam agama tidak sempurna dan tidak berat kecuali dengan ilmu dan amal secara bersamaan. Maka barang siapa mendapatkan ilmu yang banyak tetapi ia tidak mengamalkan atau tudak mengikuti petunjuk nabi saw, dan tidak mengamalkan as-Sunnah, maka ia bukanlah faqih (ahli fiqih).
Sumber: Diadaptasi dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, Al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafis Shaalih (Ahlis Sunnah wal Jama'ah), atau Intisari Aqidah Ahlus Sunah wal Jama'ah), terj. Farid bin Muhammad Bathathy(Pustaka Imam Syafi'i, cet.I), hlm.181 -189.


Selengkapnya...

Kamis, 14 Mei 2009

THOIFAH MANSHUROH

Telah mutawatir dalil-dalil shohih yang menunjukkan keberadaan thoifah manshuroh serta keberlansungannya hingga hari kiamat, bahwasanya ia adalah kelompok yang mendapat pertolongan yang senantiasa tampil membela kebenaran, tidak mengoyahkan tekad (membahayakan ) mereka orang yang menelantarkan mereka dan menyelisihi mereka hingga hari kiamat, sebagaiman hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Thoifah manshuroh memiliki sifat-sifat yang membedakan dengan thoifah-thoifah yang lain. sifat-sifat tersebut antara lain :
1. Ittiba' (mengikuti sunnah ) bukan Ibtida' (membuat bid'ah)mencari petunjuk melalui pemahaman salafush sholih terhadap nash al kitab dan as sunnah

2. Jihad fii sabilillah
3. Berwala' (loyalitas ) dan baro' (memusuhi ) karena Alloh
4. Syumul ( sempurna/ menyeluruh )
5. Wasathiyah (pertengahan ) dan I'tidal (adil )
6. Ilmu
7. Sabar dan teguh
(bersambung)
Selengkapnya...

Senin, 13 April 2009

Berlomba dalam infaq

Alloh Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan kita agar menginfaqkan sebagian harta yang Alloh rezekikan kepada hamba-Nya, demikian pula Nabi Muhammad sholallohu 'alaihi wa salam juga menganjurkan memperbanyak infaq ataupun sedekah. di antara dalil-dalilnya adalah "Dan dari apa-apa yang Alloh rezekikan kepadamu, maka hendaknya diinfakan sebagiannya " ( Al Baqoroh : 3 )

Ayat lainnya :"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui".(AL Baqoroh : 261 )
pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
(terjemahan Depag RI)
"Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
Pada hari mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (At Taubah : 34 - 35 )
dan amsih banyak lagi ayat, yang mendorong agar gemar beinfaq, dan jangan pelit, karena orang pelit akan mencelakakan diri sendiri.
Adapun hadits Rasululloh tentang anjuran berinfaq sangat banyak, diantaranya : "sedekahlah kamu walaupun sebiji kurma ". " infaq itu bisa memadamkan kemurkaan Alloh", "tidak akan berkurang hartanya, orang yang berinfaq", dan lain-lain
Bahwa zakat, infaq dan sedekah yang benar-benar ikhlas merupakan simpanan tabungan langsung di sisi Allah SWT. Senantiasa terjaga, terpelihara dan tercatat dengan sangat rapih, sehingga tidak mungkin terjadi kesalahan, kecurian, kekurangan dan kebakaran. Apabila pemiliknya memerlukannya kembali, Allah akan menjamin segera diberikanmya secara tunai.

Amal perbuatan yang tergolong simpanan (kanzun) di sisi Allah adalah : amalan lisan, perbuatan, amalan hati, pentasarrufan harta benda, gagasan serta pikiran dengan niat yang ikhlas. Simpanan tersebut, terutama harta benda, akan dijamin penjagaan dan pemeliharaannya di sisi Allah, apabila yang mempunyai simpanan tersebut sangat memerlukannya, akan dikembalikan dengan tunai tanpa potongan bahkan mendapat tambahan berlipat ganda sesuai kadar keikhlasannya.
Lebih jauh sebagai orang yang beriman bahwa kewajiban zakat merupakan kebutuhan manusia untuk membersihkan dan menyucikan harta benda pemberian Allah agar menimbulkan kesejahteraan secara merata. Di samping itu juga akan dapat menjaga pemiliknya dari berbagai bencana, bahaya dan sifat-sifat tercela dari kerabat dan tetangganya. Karena dengan rajin zakat, infaq dan sedekah, berarti akan disayang, disanjung dan dihormati orang yang menerimanya. Kerabat, tetangga dan lingkungan sekitar akan ikut menikmati rizki yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya.

Justru orang yang rajin zakat, infaq dan sedekah akan makin lancar aliran rizkinya dibandingkan dengan orang yang kikir. Karena dalam kehidupan dunia segala sesuatu yang terjadi, tidak bisa lepas dari hukum alam, hukum kausalitas dan sunnatullah. Sebagai contoh kongkrit adalah aliran air. Makin deras dan besar air mengalir dipergunakan untuk kepentingan manusia, makin banyak pula aliran air yang akan masuk ke dalam bak penampungan. Sehingga orang yang rajin zakat, infaq dan sedekah ibarat sebuah agen perbendaharaan harta, supermarket dan gudang harta yang sangat ramai dikunjungi oleh pelanggan. Perputaran barang yang masuk dan barang yang keluar mengalir dengan deras.

oleh karena itu marilah kita gemar berinfaq, karena apa yang kita infaqkam itulah harta kita yang sebenarnya, sedangkan yang kita makan dan kita pakai akan habis. wallohu 'alam bishowab.
Selengkapnya...